Monday 21 December 2009

Star Party 4


Menutup tahun 2009 sebagai tahun astronomi internasional. FPA bekerja sama dengan Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, yang dikenal dengan HAAJ, mengadakan Star Party ke-4 yang akan dilaksanakan pada:
  • tanggal : 25-27 Desember 2009
  • tempat : Villa Kalimaya, Anyer
Biaya
  • Akomodasi : Rp. 150.000
  • Konsumsi : Rp. 80.000
  • Transportasi PP : Rp. 70.000
Total biaya Rp. 280.000


Saturday 7 November 2009

HAI 2009 (Himpunan Astronomi Indonesia)

Pada tanggal 29 Oktober - 31 Oktober 2009 telah dilaksanakan Conference Indonesian Astronomy and Astrophysics. Acara tersebut dilaksanakan di campus center ITB, tepatnya di auditorium CC ITB.


Acara tersebut dibuka oleh Dekan FMIPA ITB, Dr. Akhmaloka, dihadiri oleh sekitar seratus orang. Tak hanya mahasiswa astronomi ITB yang menghadiri konferensi tersebut, tetapi juga mahasiswa selain ITB, siswa-siswa SMA, wartawan, dan seluruh penggiat Astronomi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


Acara tersebut berlangsung di dua tempat, yaitu Campus Center ITB dan selanjutnya Boscha. 29 dan 30 Oktober bertempat di Campus Center ITB dan dibagi menjadi paralel session di ruang A dan B.

Pada hari sabtu 31 oktober 2009, acara tersebut dilaksanakan di boscha. Acara itu sekaligus momen yang baik untuk peresmian teleskop baru yang boscha miliki dari sekian banyak teleskop yang telah dimilikinya.

Friday 16 October 2009

Mini Star Party

Sabtu 26 september sampai Minggu 27 september 2009, Forum Pelajar Astronomi mengadakan star party skala kecil, yang dihadiri sebagian anak OSP Astronomi DKI Jakarta. Kegiatan kali ini menggunakan satu buah teleskop Altazimuth dan satu buah teleskop Equatorial dengan tambahan motor. Nih foto selengkapnya...



Thursday 1 October 2009

Turut Berduka

Untuk kedua kalinya Indonesia diuji dengan Gempa yang berpusat di Pariaman, Sumatera Barat. Dengan kekuatan 7.6 SR.

Kami segenap pengurus Forum Pelajar Astronomi mengucapkan turut berduka. Semoga bencana sebagai bahan renungan kita ke depannya.

Saturday 26 September 2009

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430H

Kami segenap pengurus Forum Pelajar Astronomi (FPA)
mengucapkan :
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
MOHOM MAAF LAHIR BATIN
SEMOGA DI HARI YANG FITRI INI KITA SEMUA DI BERIKAN BERKAH DAN DITERIMA SEGALA AMAL DAN IBADAH KITA ...

Tuesday 8 September 2009

Johny Setiawan Temukan 8 Planet Asing


Johny Setiawan, Astronom asal Indonesia yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy Jerman.

SANUR, KAMIS - Astronom asal Indonesia yang bekerja di Max Planck Institute for Astronomy Jerman, Johny Setiawan, menemukan delapan planet di tata surya lain. Tiga di antaranya, yaitu planet yang dinamai HD 47536c, HD 110014b, dan HD 110014c, akan dipublikasikan tahun depan dalam jurnal astronomi. Lima lainnya telah teridentifikasi, tetapi masih dalam penyusunan makalahnya.

Hal ini diungkapkan Johny Setiawan di sela acara "2008 Asian Science Camp" di Sanur, Bali, Rabu (6/8). Pertemuan ini dihadiri para siswa peraih medali olimpiade fisika dan kimia internasional dari Indonesia dan negara Asia lainnya. Mereka berkesempatan mendengarkan presentasi dan berdialog dengan lima peraih Nobel dan ilmuwan dunia.

Kegiatan ini berlangsung hingga Sabtu mendatang. Para peraih nobel itu adalah Yuan Tseh Lee (Nobel Kimia, 1986), Richard Robert Ernst (Nobel Kimia, 1991), Douglas Osheroff (Nobel Fisika, 1996), Masatoshi Koshiba (Nobel Fisika, 2002), David Gross (Nobel Fisika, 2004).

Johny mempresentasikan makalah berjudul "Astronomy: A Culture, Science, and Philosophy for the Humanity" dan "Search for Life in Other Solar Systems". Sebagai ilmuwan postdoctoral di Departemen Planet dan Formasi Bintang Max Planck Institute for Astronomy (MPIA) sejak tahun 2003, Johny meneliti planet extrasolar (di luar sistem matahari) yang mengelilingi bintang muda dan evolusi bintang serta stelar atmosfer atau pulsasi dan aktivitas khromosferik.

Menurut Johny, satu-satunya ilmuwan non-Jerman di antara tiga peneliti planet lainnya di MPIA, sekarang ini dengan adanya teleskop modern, bukanlah hal sulit untuk menemukan bintang-bintang yang bertebaran di jagat raya ini.

Dengan teropong optik yang dipadukan sistem komputer, benda langit yang memancarkan cahaya itu dapat teridentifikasi. Yang sulit adalah melihat adanya planet-planet yang mengitari bintang-bintang yang jaraknya dari bumi ribuan tahun cahaya.

Planet, yang hanya memantulkan cahaya dari bintang induknya, penampakannya 10 juta kali lebih redup daripada bintang atau matahari yang dikitarinya.

Namun, dengan adanya pergerakan radial bintang karena dipengaruhi gaya tarik-menarik dengan planet yang mengitarinya, keberadaan planet dapat diketahui secara tidak langsung. Pergerakan radial itu dapat dilihat dengan alat spektrograf yang berfungsi mengurai cahaya bintang menjadi komponen cahaya.

Seperti halnya cahaya matahari yang dapat diurai menjadi warna-warna pelangi, garis-garis spektrum cahaya itu dijadikan kunci untuk mengetahui keberadaan planet. Bila pada garis spektrum itu terjadi osilasi atau pergerakan pendar ke kiri atau kanan, itu adalah indikasi ada planet yang mengitarinya.

"Bila garis spektrum ke arah biru berarti planet bergerak mendekati posisi pengamatan, bila ke warna merah berarti menjauh," kata Johny.

Johny yang menamatkan S-1 dan S-3-nya di Freiburg, Jerman, melaksanakan penelitian itu dalam proyek Seram (Search for Exoplanet with Radial-velocity at MPIA) menggunakan teleskop berdiameter 2,2 meter. Ia juga melaksanakan proyek penelitian Exoplanet Search with PRIMA (Phase-Referenced Imaging and Micro-arcsecond Astrometry).

Publikasi temuan

Planet HD 47536c dipastikan keberadaannya pada Mei 2008 dan akan mulai dipublikasikan dalam jurnal Astronomy and Astrophysic. Planet ini berada dalam satu tata surya dengan planet yang ditemukan 9 tahun lalu, yaitu HD 47536b (Henry dan Draper, nama astronom AS yang menyusun katalog perbintangan). Angka-angka itu menunjukkan satu posisi tertentu di jagat raya, sedangkan huruf kecil b dan c artinya planet pertama dan kedua. Bintang induk sendiri diberi tanda huruf besar A.

Pada penelitian sebelumnya keberadaan planet kedua itu, kata Johny yang biasa bekerja mulai pukul 18.00 hingga 07.00, tak terdeteksi karena masa edarnya 1.600 hari. Sedangkan planet pertama 400 hari. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan dalam tata surya itu ditemukan planet lainnya.

Sejak bergabung di MPIA tahun 2003, Johny yang akan berusia 34 tahun pada 16 Agustus juga telah menemukan Planet HD 11977b (2005) dengan masa edar 700 hari, HD 70573b (2007) dengan masa edar 900 hari, dan TW HYDRAEb (2008) beredar 3,5 hari.

Dua planet yang akan dipublikasikan tahun depan adalah HD 110014b & c yang masing-masing bermasa edar 135 hari dan 850 hari. (YUN)

Sumber : Kompas Cetak


Sebuah Rahasia dari Terobos Halang Melalui Horizon

Abstrak :
Radiasi Hawking sering divisualisasikan secara intuisi sebagai partikel-pertikel yang telah menerobos (penghalang) horizon. Namun, tidak jelas di mana penghalang yang harus diterobosnya. Kuncinya adalah untuk mengimplementasikan kekekalan energi, sehingga lubang hitam berkontraksi selama proses radiasi. Sebuah konsekuensi langsung adalah spectrum radiasi tidak dapat sepenuhnya termal. Koreksi terhadap spectrum termal merupakan bentuk yang diharapkan dari sifat keuniteran teori kuantum. Ini mungkin saja dapat merupakan sebuah petunjuk untuk teka-teki informasi lubang hitam.

Secara klasik, sebuah lubang hitam adalah penjara yang mutlak, semua yang masuk ke dalamnya pasti akan terkurung, tak ada jalan keluar. Lebih jauh, karena tidak ada yang dapat keluar, sebuah lubang hitam klasik hanya dapat bertambah ‘besar’ seiring berjalannya waktu. Kemudian, pada waktu itu, merupakan sebuah shock bagi fisikawan ketika Hawking menunjukkan bahwa secara mekanika kuantum lubang hitam sebenarnya dapat meradiasikan partikel. Dengan emisi radiasi Hawking ini, lubang hitam dapat kehilangan energi, mengkerut, lantas akhirnya menguap secara total.

Bagaimana ini dapat terjadi? Ketika sebuah objek yang secara klasik adalah stabil (energi tetap, tidak berubah) menjadi secara mekanika kuantum menjadi tak stabil (ada perubahan), maka secara alamiah kita akan memperkirakan yang terjadi adalah terobos halang (tunneling). Jelas, ketika Hawking pertama kali membuktikan keberadaan radiasi lubang hitam, dia menggambarkannya sebagai terobos halang yang dipicu oleh fluktuasi vakum (munculnya partikel dan antipartikel dari sistem dengan energi awal gabungan = nol, vakum) di dekat horizon. Sebelumnya, horizon merupakan sekat antara bagian ‘dalam’ dan ‘luar’ lubang hitam yang mana cahaya tidak dapat keluar dari padanya. Oleh karena itu, kita sebut lubang hitam ini adalah ‘hitam’ karena tidak ada informasi (secara klasik) yang sampai pada pengamat.

Ide Hawking adalah peristiwa produksi pasangan tepat disekitar horizon, dalam maupun luar. Partikel dengan energi positif yang tercipta dari produksi pasangan di dalam horizon akan menerobos halang horizon – meskipun tidak ada lintasan klask yang mungkin, namun secara kuantum hal ini dapat diperbolehkan. Dalam hal ini kita dapat membayangkan antipartikel (dengan energi negatif) yang tertinggal di dalam horizon mengakibatkan total energi lubang hitam berkurang. Kemudian, jika produksi pasangan terjadi tepat di luar horizon, maka antipartikelnya yang masuk ke dalam horizon, dan efeknya dapat kita bayangkan sama saja dengan sebelumnya. Ada partikel yang ‘lari’ menjauhi lubang hitam (inilah radiasi) dan mengakibatkan energi (massa) lubang hitam berkurang.

Namun sayangnya, meskipun gambaran Hawking seperti yang diterangkan di atas, namun penurunan asli mula-mula tidaklah memanfaatkan gambaran ini secara lengkap. Ini cukup ganjil. Untuk memanfaatkan sepenuhnya gambaran ini, kita perlu mengatasi 2 masalah : pertama yaitu teknis, untuk melakukan perhitungan terobos halang, dibutuhkan sistem koordinat yang berkelakuan baik di horizon (tidak ada infinity). Kedua: konseptual, apa penghalang yang harus diterobos?

Biasanya, ketika terobos halang terjadi, terdapat dua daerah klasik yang terpisah yang digabungkan oleh sebuah lintasan dalam waktu imajiner/kompleks. Dalam limit WKB (sebuah istilah aproksimasi dalam kuantum), peluang untuk terobos halang dihubungkan dengan bagian imajiner dari pada aksi (partikel) ketika melewati lintasan yang secara klasik dilarang dengan ungkapan

G ยต exp (-2 Im S)

dengan S merupakan aksi pada lintasan terkait. Namun masalah muncul ketika teknik ini dipakai untuk lubang hitam. Sepertinya, daerah ‘luar’ dan ‘dalam’ horizon ini terpisah dalam jarak nol cm. Katakan sebuah partikel hasil produksi pasangan terpisah secara infinitesimal diluar horizon, namun ia tetap dapat ‘lari’. Bagaimana ini dapat terjadi?

Seperti yang Hawking mula-mula gambarkan, bahwa partikel menerobos horizon, ini memang terjadi. Namun penjelasannya dengan argumen yang sedikit rumit, karena tidak terdapat penghalang yang sebelumnya telah ada (sudah ada dari sononya). Namun, yang terjadi adalah partikel menerobos penghalang yang ia ciptakan sendiri (ingat dalam relativitas, gerak benda ditentukan oleh geometri disekitarnya, geometri ini ditentukan oleh kandungan massa dan momentum sudut dari lubang hitam). Point terpenting yaitu energi harus kekal. Ketika radiasi terjadi, energi/massa lubang hitam berkurang, maka ia makin mengkerut. Pengkerutan ini berdampak pada makin kecilnya radius lubang hitam tersebut. Ukuran kontraksi yang terjadi tentu bergantung pada jumlah energi partikel yang keluar. Makin besar energi keluar, makin besar juga kontraksi yang terjadi. Di sini sudah terlihat bahwa partikel yang keluar itulah yang mendefinisikan penghalang. Namun kita akan lihat ini lebih jelas pada bagian selanjutnya.

Lebih lengkapnya tentu kita sangat butuh teori lengkap kuantum gravitasi di sini (yang sampai sekarang masih jauh dari final). Katakan dalam sudut pandang yang diterima umum, kita butuh mengikut sertakan graviton (medan gauge yang memediasi interaksi gravitasi secara kuantum, seperti foton untuk interaksi elektromagnetik kuantum). Namun karena kita membahas sistem lubang hitam yang simetri bola, maka tidak diperlukan analisis graviton yang memiliki spin 2, karena nanti jadinya tidak algi simetri bola. Yang diperlukan hanyalah parikel spin nol (skalar) sehingga derajat kebebasan yang akan dibahas hanyalah posisi parikel ketika terjadi terobos halang.

Dipersenjatai pandangan ini, kita dapat melakukan perhitungan untuk proses terobos halang dalam radiasi Hawking. Koordinat yang digunakan tentunya bukanlah standar seperti sperti Schwarschild, karena di horizon koordinat ini tidak berkelakuan baik, ada ketidak berhinggaan untuk sector spasial radius, dr. Namun dengan transformasi Painleve (yang menemukan sebuah transformasi sebagai kritik atas relativitas umum di mana singularitas dapat dibuang hanya dengan sebuah trasnformasi koordinat). Elemen garis akibat transformasi ini untuk geometri yang mula-mula Schwarschild adalah

ds2=-(1-2M/r)dt2+2.sqrt(2M/r)dtdr+dr2+r2dX2

dengan dX2 adalah metrik untuk bola 2 dimensi.

Dengan elemen garis ini, kita dapat menghitung aman integral dari aksi partikel (p.dr dengan p=momentum dan dr=infinitesimal radius). Integrasi radius dilakukan dari radius horizon mula-mula sampai pada saat partikel telah keluar, dengan energi E, yaitu dari r=2M ke r=2(M-E). Integral inilah yang analog dengan integral perhitungan probabilitas terobos halang biasa. Jelas bahwa penghalang dalam radiasi Hawking bergantung pada energi partikel keluar, seperti yang pernah disinggung sebelumnya.

Dengan menyamakan exp (-2 Im S) hasil perhitungan terhadap factor Boltzman, exp(E/T) dengan T = temperatur Hawking, maka dapat ditemukan temperatur Hawking seperti yang mula-mula ditemukan dulu.

(tulisan ini merupakan saduran bebas saya dari artikel M. Parikh <http://lanl.arxiv.org/abs/hep-th/0405160>)

By : Haryanto M. Siahaan
SMP St. Aloysius BN, Bandung

Thursday 3 September 2009

Turut berduka

Forum Pelajar Astronomi mengucapkan belasungkawa atas peristiwa gempa 7,3 SR di Tasikmalaya.

Yang kekuatannya masih bisa kita rasakan hingga Jakarta. Semoga yang meniggal, arwahnya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Dan yang selamat, agar diberikan ketabahan dari-Nya.

Sunday 23 August 2009

Salam

Hai semuanya ini blog Forum Pelajar Astronomi